Tadi malam saya menghadiri ceramah Isra Mi’raj Nabi Muhammad SAW di Masjid Al I’tishom Budi Agung Bogor yang disampaikan oleh Dr. Syamsudin, Msi.
Mengupas shalat raga-jiwa, sebuah metode pendekatan shalat khusyu dari kacamata yang jarang didengar. Menarik! Baca tuntas ringkasannya….
Manusia terdiri atas raga, nyawa dan jiwa. Istilah dalam bahasa Arabnya jazad, ruh dan nafs. Ruh, jamaknya arwah dan nafs jamaknya anfus.
Nafs, jiwa atau disebut juga batin terdiri atas akal dan qalb. Orang yang sedang tidur tidak bisa melihat dan tidak bisa mendengar. Hal ini karena jiwanya sedang tidak ada (tidak aktif).
Raga seseorang hanya bertahan hingga kurang lebih 70 tahun, sedangkan jiwanya tetap ada selamanya. Ketika seseorang meninggal, maka yang masuk alam barzakh itu bukan raganya, tapi jiwanya.
Raga perlu makan dan minum, dalam jumlah yang terbatas. Sedangkan yang dibutuhkan jiwa adalah pahala, dalam jumlah tanpa batas. Sebagai renungan, kita ini lebih suka mengumpulkan harta atau pahala?
Memang manusia banyak kena tipu daya dunia, sehingga manusia lebih suka mengumpulkan harta untuk kebutuhan jazad yang hanya sebentar. Sementara untuk kebutuhan jiwa yang langgeng, kita hanya mencari sekedarnya saja.
Semestinya adalah, kita harus memberi kebutuhan jiwa (pahala) sebanyak-banyaknya. Semua aktivitas kita harus menjadi pahala. Harta kita juga harus dikonversikan agar menjadi pahala. Jangan disimpan saja!
Shalat Raga Jiwa
Kalau kita shalat, yang shalat itu raganya atau jiwanya? Yang benar harus dua-duanya! Jadi, jiwa dan raga kita harus shalat. Jika hanya raganya saja yang shalat, ini yang disebut dengan shalat yang tidak dijiwai sehingga tidak bisa shalat khusyu.
Konsep shalat khusyu adalah shalat yang dilaksanakan dengan jiwa-raga. Untuk membantu menghadirkan jiwa, maka penting sekali memahami arti bacaan shalat.
Cara menghadirkan jiwa dalam shalat:
Saat mengucapkan “Allahu Akbar” maka jiwa kita harus ikut menyatakan bahwa “Allah Maha Besar” yang lain kecil, dan ini akan melahirkan jiwa yang tidak sombong. Saat membaca tahmid, “wal hamdu lillah” jiwa kita juga harus ikut menyatakan bahwa “Segala buji hanya bagi Allah.” Sikap ini akan melahirkan jiwa yang tidak ingin dipuji. Begitu seterusnya hingga akhir shalat.
Dengan shalat khusyu, shalat yang dilakukan oleh raga dan jiwa (shalat yang dijiwai) akan bisa membentuk karakter jiwa yang baik. Makanya Allah menjamin bahwa:
“Sesungguhnya shalat itu mencegah perbuatan keji dan munkar” (Al Ankabut).